Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di
antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai
Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli
filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada
tahun 1853. Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy
yang terbit pada tahun 1938. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa
semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni
tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang
masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari
filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru
pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi
dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta
spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang
berasal dari filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama
yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu
lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga
adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia menafsirkan
gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan
adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha
Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau
abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena ataupun
gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada
hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah
mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar,
yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik
diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi
dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
b. Perkembangan Sosiologi setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad
kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis
buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat.
Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895
seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya
yang berjudul Rules of Sociological Method.
Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang
pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam
sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide).
Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke
tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam
suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide
disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya
dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya
sendiri demi keselematan satuannya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang
derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh
diri egoistik (egoistic suicide). Derajat
integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan agama
ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena
tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi
ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau
masyarakat yang lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan,
anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya
norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri jenis
anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis
bunuh diri ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi
bukan karena faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh
faktor-faktor eksternal individu, yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”.
Durkheim bukan saja mampu melambungkan perkembangan sosiologi di
Perancis, tetapi bahkan berhasil mempertegas eksistensi sosiologi
sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah (sains) yang terukur, dapat
diuji, dan objektif.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut
fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berfikir, dan
berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi memiliki kekuatan
memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa kultur,
agama, atau isntitusi sosial.
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber.
Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih
menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran
kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih
menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari
penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang
tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang
diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi aktor
atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti
oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang
makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh
individu.
Sumber http://agsasman3yk.wordpress.com/2009/07/13/konsep-dasar-sosiologi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar