A. SOSIOLOGI SEBAGAI
ILMU TERAPAN
Disiplin ilmu
yang tidak berupaya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial disebut dengan
teori yang bebas nilai. Menurut Lincoln dan Guba, disiplin ilmu
yang bebas nilai sudah lama ditinggalkan orang. Tidak ada disiplin ilmu yang
bekerja dalam suasana value and moral free. Selama ilmu itu
dikembangkan dan terjadi dalam masyarakat manusia, tidak mungkin ilmu bebas dari
orang yang mengembangkannya. Sebagai manusia, orang yang mengembangkannya tidak
mungkin melepaskan diri dari nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat.
Apalagi sosiologi sebagai salah satu dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang
berhubungan dengan nilai dan moral yang berlaku pada seseorang dan masyarakat sebagai
objek kajiannya, keterkaitannya dengan nilai dan moral sangat kuat.
Peranan sosiologi
sangat diharapkan, terutama dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang sering
muncul sekarang ini di Indonesia. Misalnya, banyak pembangunan yang sudah
dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat kurang berhasil karena
tidak memerhatikan latar belakang dan kondisi sosialnya. Munculnya konflik
antar kampung atau perpecahan di daerah, dari yang dilator belakangi oleh hal-hal
kecil sampai pertentangan karena perbedaan suku, agama, dan ras merupakan
akibat dari kurangnya hubungan dan interaksi sosial. Dengan demikian, hal tersebut
dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Selain itu, banyaknya tindakan diluar
aturan nilai dan norma akibat kurangnya pemahaman dan kesadaran terhadap
unsur-unsur nilai dan norma pada masyarakat. Menerapkan pengetahuan sosiologi,
terutama dalam kehidupan masyarakat di Indonesia yang majemuk sudah menjadi hal
yang penting dan mendesak. Hal ini mengingat banyak munculnya masalah-masalah
sosial akhir-akhir ini.
Sejak awal telah
dikemukakan bahwa dilihat dari hakikat keilmuan dan kriteria yang dimiliki,
sosiologi merupakan ilmu murni (pure science). Sebagaimana menurut Bertrand,
suatu ilmu pengetahuan yang bersifat murni berarti terlepas dari kegunaan praktis
secara langsung. Kecenderungan ini dinilainya sebagai usaha untuk menghindarkan
penyelewengan ilmiah yang bisa terjadi apabila ilmu-ilmu itu dipakai oleh
seseorang untuk mempelajari pemecahan-pemecahan masalah praktis, seperti masalah-masalah
sosial. Walaupun demikian, bukan berarti sosiologi tidak dapat menyumbangkan
ilmunya untuk kepentingan masyarakat. Lahirnya sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan menurut Comte justru diarahkan untuk meneliti gejala-gejala
dan masalah-masalah sosial yang muncul saat itu. Bahkan di awal perkembangannya,
banyak kesan yang muncul bahwa sosiologi merupakan ilmu yang abstrak.
Sosiologi sebagai
ilmu yang mengkaji perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat memiliki
pokok-pokok (intisari) keilmuan yang dikhususkan pada aspek struktur sosial
(meliputi kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok
sosial, dan lapisan-lapisan sosial), dan dinamika sosial. Hal ini meliputi
proses sosial dan perubahan-perubahan sosial. Adapun proses sosial diartikan
sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama.
Pokok-pokok keilmuan tersebut merupakan pengetahuan praktis yang dapat
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Menerapkan pengetahuan sosiologi
dalam kehidupan bermasyarakat berarti didasarkan pada hubungan antarmanusia, hubungan
antarkelompok, serta hubungan antara manusia dan kelompok, di dalam proses
kehidupan bermasyarakat.
Di dalam pola
hubungan-hubungan tersebut, yang lazim disebut interaksi sosial, terdapat
hubungan saling memengaruhi sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian
tertentu sebagai akibatnya. Proses saling memengaruhi melibatkan unsur-unsur
yang baik dan benar, serta unsur-unsur lain yang dianggap salah dan buruk, yang
lazim disebut kaidah-kaidah sosial (nilai dan norma sosial). Unsur-unsur mana
yang lebih berpengaruh biasanya bergantung pada mentalitas individu yang
menerima. Artinya, sampai sejauh mana individu tersebut mampu menyaring
unsur-unsur luar yang diterimanya melalui proses sosialisasi.
Sosialisasi
tersebut merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar individu yang dididik
atau diajak mau mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut
oleh masyarakat. Tujuan pokok adanya sosialisasi tersebut bukanlah semata-mata
agar kaidah-kaidah dan nilai-nilai diketahui serta dimengerti. Tujuan akhirnya adalah
agar manusia mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku serta agar seseorang mampu menghargainya.
Di dalam proses
sosialisasi, khususnya yang tertuju pada anak dan remaja, terdapat berbagai
pihak yang mungkin berperan. Pihak-pihak tersebut dapat dinamakan sebagai
lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu. Tinjauan
sosiologis lebih memusatkan perhatian pada lingkungan ini, yang memiliki peranan
nyata atau sesungguhnya dalam pembentukan pola perilaku (tindakan sosial) anak
dan remaja, tanpa mengabaikan peranan pribadi-pribadi yang tidak mustahil
mempunyai pengaruh yang lebih besar. Lingkungan-lingkungan yang dimaksud
adalah:
1.
keluarga,
2. kelompok
sepermainan, dan
3.
kelompok pendidik (sekolah).
Lingkungan
tersebut hanya sebagai lingkungan pokok dalam menerapkan pengetahuan sosiologi,
yang sangat dominan dalam memengaruhi pembentukan kepribadian dan pola perilaku
anak atau remaja. Tentunya lingkungan-lingkungan tersebut juga dipengaruhi oleh
lingkungan sosial yang lebih besar, misalnya lingkungan tetangga, lingkungan
bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat, dan bagian-bagiannya,
bahkan negara sebagai lingkungan sosial-ekonomi-politik. Dengan demikian,
pengaruh-pengaruh tersebut menjadi kajian sosiologi atau dijadikan referensi sebagai
teori yang lahir karena kondisi objektif di masyarakat perlu ditinjau kembali
untuk diterapkan dalam masyarakat. Sosiologi tidak hanya diketahui dan dipahami
sebagai potret ilmu sosial, namun bagaimana kemudian dari potret tersebut mampu
ditemukan keadaan yang sebenarnya.
Sosiologi sebagai ilmu terapan artinya sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk dipergunakan dan
diterapkan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat.
R. Otje Salman menyatakan bahwa “Sosiologi hukum adalah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya secara empiris analistis.
Dari pengertian-pengertian diatas maka jelaslah bahwa sosiologi hukum
merupakan ilmu terapan, berbeda dengan induk ilmunya yakni sosiologi yang
merupakan ilmu pengetahuan murni.
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan terapan dipergunakan dan diterapkan di
masyarakat untuk :
1.
Mengamati dan mencatat hukum
dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk
menjelaskannya.
2.
Sosiologi Hukum sebagai ilmu
terapan menjadikan sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam
penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan
perubahan hukum, dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.
Sumber : http://dwiarum85.blogspot.com/2012/11/sosiologi-sebagai-ilmu-terapan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar